Buletin Islam | Salah satu amalan yang sangat dipuji dalam kehidupan beragama adalah Berqurban. Karena dengan berqurban, kita akan bisa mengamalkan ajaran-ajaran agama lainnya. Seperti membahagiakan saudara-saudara kita yang kurang berkecukupan dalam membeli daging.
Tapi bukan hanya asal menyembelih dan asal berqurban, ternyata dalam berqurban ada ketentuan-ketentuan yang harus dijalani.
Berikut adalah Ketentuan-Ketentuan Berqurban
1. Niat
Qurban sunnah dan wajib diperbolehkan untuk disembelih sendiri oleh mudlahhi, boleh pula diwakilkan kepada orang lain. Kedunya sama-sama disyaratkan niat. Niat bisa dilakukan saat menyembelih atau ketika memisahkan hewan yang ingin dibuat kurban dengan hewan lainnya. Niat berkurban boleh dilakukan sendiri atau diwakilkan kepada orang lain. Adapun perbedaannya terkait dengan lafal niatnya. Contoh niat kurban sunnah yang diniati sendiri:
نَوَيْتُ الْأُضْحِيَّةَ الْمَسْنُوْنَةَ عَنْ نَفْسِيْ لِلهِ تَعَالَى
Artinya: “Aku niat berkurban sunnah untuk diriku karena Allah.”
Contoh niat kurban sunnah yang dilakukan oleh wakilnya mudlahhi:
نَوَيْتُ الْأُضْحِيَّةَ الْمَسْنُوْنَةَ عَنْ زَيْدٍ مُوَكِّلِيْ لِلهِ تَعَالَى
Artinya: “Aku niat berkurban sunnah untuk Zaid (orang yang memasrahkan kepadaku) karena Allah”.
Contoh niat kurban wajib yang diniati sendiri oleh mudlahhi:
نَوَيْتُ الْأُضْحِيَّةَ الْوَاجِبَةَ عَنْ نَفْسِيْ لِلهِ تَعَالَى
Artinya: “Aku niat berkurban wajib untuk diriku karena Allah”
نَوَيْتُ الْأُضْحِيَّةَ الْوَاجِبَةَ عَنْ زَيْدٍ مُوَكِّلِيْ لِلهِ تَعَالَى
Artinya: “Aku niat berkurban sunnah untuk Zaid (orang yang memasrahkan kepadaku) karena Allah”.
Sekedar penambahan saja bahwa Zaid yang menjadi nama diatas hanyalah ilustrasi belaka. Jika nama dari orang mewakilkan adalah Budi maka teks yang ada di niat diganti dengan Budi.
Perbedaan yang lain adalah dalam kasus kurban nazar yang telah ditentukan hewannya, misalnya ada orang sambil menunjuk hewan tertentu yang dimilikinya berkata “Aku bernazar berkurban dengan kambingku yang ini”.
Dalam kasus ini, kambing yang ia tunjuk sebagai kurban nazar sudah keluar dari miliknya. Oleh sebab itu tidak dibutuhkan niat berkurban dalam pelaksanaan kurban kambing tersebut. Jadi dalam kasus tertentu, terkadang kurban wajib tidak disyaratkan niat, sedangkan kurban sunnah disyaratkan niat secara mutlak.
2. Kadar Yang Wajib Disedekahkan
Menurut pendapat yang kuat dalam mazhab Syafi’i, standar minimal yang wajib disedekahkan dalam kurban sunnah adalah kadar daging yang mencapai standar kelayakan pada umumnya, misalnya satu kantong palstik daging. Tidak mencukupi memberikan kadar yang remeh seperti satu atau dua suapan.
Kadar daging paling minimal tersebut, menurut yang tertulis dalam Mughni al-Muhtaj, wajib diberikan kepada orang fakir/miskin, meski hanya satu orang. Selebihnya dari itu, mudlahhi diperkenankan untuk memakannya sendiri atau diberikan kepada orang kaya sebatas untuk dikonsumsi. Kadar minimal yang wajib disedekahkan tersebut wajib diberikan dalam kondisi mentah, tidak mencukupi dalam kondisi masak
Sedangkan kurban wajib, semuanya harus disedekahkan kepada fakir/miskin tanpa terkecuali, tidak diperkenankan bagi mudlahhi dan orang-orang yang wajib ia nafkahi untuk memakannya.
Demikian pula tidak diperkenankan diberikan kepada orang kaya. Daging yang diberikan juga disyaratkan harus mentah
3. Hak Konsumsi Daging Qurban Bagi Yang Berqurban
Dalam kurban sunnah, dalam Mughni al-Muhtaj, diperbolehkan bagi mudlahhi untuk memakannya, bahkan nazar sebagian kecil dagingnya dan memakan sendiri selebihnya. Adapun yang lebih utama adalah memakan beberapa suap saja untuk mengambil keberkahan dan menyedekahkan sisanya
Sedangkan kurban wajib, mudlahhi atau orang yang berqurban haram memakannya, walaupun sangatsedikit. Keharaman memakan daging kurban wajib juga berlaku untuk segenap orang yang wajib ditanggung nafkahnya oleh mudlahhi, seperti anak, istri, dan lain sebagainya. Syekh Muhammad Nawawi bin Umar Al-Bantani dalam Tausyikh ‘Ala Ibni Qasim-nya menegaskan:
ولا يأكل المضحي ولا من تلزمه نفقته شيأ من الأضحية المنذورة حقيقة أو حكما
“Orang berkurban dan orang yang wajib ia nafkahi tidak boleh memakan sedikitpun dari kurban yang dinazari, baik secara hakikat atau hukumnya”.
4. Yang Berhak Menerima Daging Qurban
Seperti yang telah disinggung di atas, kurban wajib hanya berhak diterima fakir/miskin, mudlahhi dan orang kaya tidak berhak menerimanya. Semuanya meliputi daging, kulit, tanduk dan Sebagainya wajib disedekahkan kepada fakir/miskin tanpa terkecuali. Bila ada bagian kurban yang distribusinya tidak tepat sasaran, maka wajib mengganti rugi untuk fakir/miskin.
Dalam kitab Hasyiyah I’anah al-Thalibin disebutkan bahwa yang artinya:
“Bila seseorang bernazar berkurban dengan hewan yang cacat atau masih kecil atau ia mengatakan; aku menjadikannya sebagai hewan kurban; maka wajib disembelih dan tidak mencukupi sebagai kurban, meski waktu penyembelihannya khusus pada waktu kurban dan berlaku ketentuan kurban wajib dalam hal tasaruf (pemanfaatan). Haram memakan dari kurban atau hadyu yang wajib disebabkan nazar.”
ـ (وقوله: وجرت) أي الملتزمة. (وقوله: مجراها) أي الأضحية الواجبة. وقوله: في الصرف أي فيجب صرفها كلها للفقراء والمساكين، كالأضحية الواجبة. (قوله: ويحرم الأكل إلخ) إي يحرم أكل المضحى والمهدي من ذلك، فيجب عليه التصدق بجميعها، حتى قرنها، وظلفها. فلو أكل شيئا من ذلك غرم بدله للفقراء
Artinya: “Ucapan Syekh Zainuddin; dalam hal tasaruf; maka wajib mengalokasikan keseluruhannya untuk fakir/miskin seperti kurban wajib. Ucapan Syekh Zainuddin; dan haram memakan; maksudnya haram memakan hewan kurban dan hadyu yang dinazari. Maka wajib bagi orang yang berkurban mensedekahkan semuanya, hingga tanduk dan kikilnya. Bila mudlahhi memakan satu bagian darinya, maka wajib mengganti rugi kepada orang fakir”
Sementara untuk kurban sunnah, boleh diberikan kepada orang kaya dan fakir/miskin. Hanya saja, terdapat perbedaan hak orang kaya dan miskin atas daging kurban yang diterimanya. Kurban yang diterima fakir/miskin bersifat tamlik, yaitu memberi hak kepemilikan secara penuh. Kurban yang ia terima boleh dijual, dihibahkan, disedekahkan, dimakan dan lain sebagainya. Sedangkan hak orang kaya atas daging kurban yang diterimanya hanya untuk tasaruf yang bersifat konsumtif.
Orang kaya hanya boleh memakan dan memberikannya kepada orang lain hanya untuk dimakan. Mereka tidak diperbolehkan menghibahkan, menjual dan tasaruf sejenis yang memberikan kepemilikan utuh terhadap pihak yang diberi.
Yang dimaksud dengan orang kaya, dalam I’anah At-Thalibin, dalam hal ini adalah mereka yang haram menerima zakat, yaitu orang yang memiliki harta atau usaha yang mencukupi kebutuhan sehari-hari, baik untuk dirinya atau keluarga yang wajib ia nafkahi. Sedangkan fakir/miskin sebaliknya, yaitu orang yang aset harta atau usahanya tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, baik untuk diri sendiri atau keluarga yang wajib dinafkahi.
Demikianlah Ketentuan-Ketentuan Berqurban yang dapat kami sampaikan. Semoga apa yang kami sampaikan dapat bermanfaat dan semoga qurban yang telah atau yang akan kita laksanakan dapat diterima di sisinya Amiin