Tiga Tingkatan Puasa Menurut Imam Ghazali Dalam Ihya’ Ulumiddin

BuletinIslam.com | Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang lima di mana pelaksanaannya tidak seperti ibadah yang lain seperti salat maupun Haji menurut ulama Fiqih, puasa menurut bahasa berarti menahan diri. Sementara menurut istilah Puasa Bermakna mencegah diri dari hal-hal yang membatalkan mulai dari terbitnya Fajar Shodiq hingga terbenamnya matahari.
Tiga Tingakatan Puasa Menurut Imam Ghazali Dalam Ihya' Ulumiddin
Dari definisi ini, bisa dipahami bahwa puasa seakan-akan hanya jadwal makan dan minum, padahal sebenarnya tidak demikian.
Ada banyak nilai-nilai dalam puasa dan amalan-amalan yang perlu diperhatikan oleh orang-orang Mukmin Oleh sebab itu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda
Betapa banyak orang yang berpuasa Dan tidaklah mendapatkan apa pun kecuali rasa dahaga dan lapar dan betapa banyak orang yang bangun malam mendapatkan apapun kecuali letih karena tidak tidur malam
dari hadis ini dapat dipahami, bahwa ibadah puasa sebenarnya memiliki nilai dan keutamaan yang seharusnya dapat diraih oleh orang-orang mukmin yang berpuasa.
Imam Al Ghazali membagi tingkatan puasa menjadi 3 bagian seperti yang disebut dalam kitab Ihya Ulumuddin.

#1 Tingkatan yang pertama puasa yang bersifat umum.

Adalah puasanya orang-orang yang hanya menahan diri dari hal-hal yang membatalkan mulai dari tidak makan tidak minum dan lain sebagainya atau puasanya orang-orang yang hanya menahan dahaga dan lapar saja.

#2 Tingkatan yang kedua puasa yang bersifat khusus.

Adalah puasanya orang-orang yang tidak hanya menahan lapar dan dahaga namun juga menahan diri dari kemaksiatan atau menahan diri untuk tidak melanggar perintah perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

#3 Tingkatan yang ketiga puasa yang bersifat khusus.

Adalah puasanya orang-orang yang mencegah diri dari hal-hal selain Allah swt. Maksudnya adalah menahan pikiran-pikiran atau keinginan jiwa terhadap hal-hal yang berbau duniawi.
Tingkatan yang terakhir ini adalah tingkatan yang paling tinggi, dan tentu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedekatan dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *