Buletin Islam | Dewasa ini banyak sekali probelmatika sosial yang terus berkembang dan membutuhkan legalitas hukum. Salah satunya adalah saat seseorang membuka warung dan menjual makanan di siang hari pada bulan puasa Ramadhan.
Realita yang demikian tentu perlu disikapi dengan lebih bijaksana, sebab disisi lain, kondisi seperti itu terdorong oleh kebutuhan ekonomi pemilik usaha. Namun juga ada potensi penyalah gunaan, karena bisa menjadi godaan bagi orang yang sedang berpuasa, sehingga bisa membatalkan ibadahnya.
Lantas bagaimana sebenarnya hukum menjual makanan tersebut? ditinjau dari kacamata fikih, serta memperhatikan kebutuhan ekonomi masyarakat?
Hukum Jual Makanan Siang Hari Saat Bulan Puasa
Untuk mendapatkan jawaban hukumnya, perlu dijelaskan terlebih dahulu secara lebih komprehensif berkenaan dengan hubungan sosial dan tingkat kebutuhan masing-masing.
Membuka usaha makanan, merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat, dan hal tersebut tentu sangat wajar dan bisa saja menjadi kebutuhan primer di tengah-tengah masyarakat.
Sementara itu, menjaga agar kondisi sosial yang berkaitan dengan ibadah juga harus tetap dijaga bersama-sama, sebab ibadah juga termasuk kebutuhan primer.
Orang yang berpuasa, selain diwajibkan untuk menahan dahaga dan lapar, juga harus memperhatikan kebutuhan orang lain di bidang ekonomi.
Oleh sebab itulah, ada dua tinjauan maslahah atau kebaikan yang perlu diperhatikan bersama. Pertama, ditinjau dari kebutuhan ekonomi, dan kedua ditinjau dari kondisi sosial berkaitan dengan ibadah puasa.
Melihat pendapat ulama fikih, khususnya kalangan syafi’iyah, seperti yang dijelaskan dalam kitab I’anah Thalibin berikut :
حَرُمَ أَيْضًا ( بَيْعُ نَحْوِ عِنَبٍ مِمَّنْ ) عُلِمَ أَوْ ( ظُنَّ أَنَّهُ يَتَّخِذُهُ مُسْكِرًا) لِلشُّرْبِ وَاْلاَمْرَدِ مِمَّنْ عُرِفَ بِالْفُجُوْرِ بِهِ وَالدِّيْكِ لِلْمُهَارَشَةِ وَالْكَبْشِ لِلْمُنَاطَحَةِ وَالْحَرِيْرِ لِرَجُلٍ يَلْبَسَهُ وَكَذَا بَيْعُ نَحْوِ الْمِسْكِ لِكَافِرٍ يَشْتَرِيْ لِتَطْيِيْبِ الصَّنَمِ وَالْحَيَوَانِ لِكَافِرٍ عُلِمَ أَنَّهُ يَأْكُلُهُ بِلاَ ذَبْحٍ ِلأَنَّ اْلأَصَحَّ أَنَّ الْكُفَّارَ مُخَاطَبُوْنَ بِفُرُوْعِ الشَّرِيْعَةِ كَالْمُسْلِمِيْنَ عِنْدَنَا خِلاَفًا ِلأَبِيْ حَنِيْفَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ فَلاَ يَجُوْزُ اْلإِعَانَةُ عَلَيْهِمَا وَنَحْوِ ذَلِكَ مِنْ كُلِّ تَصَرُّفٍ يُفْضِيْ إِلَى مَعْصِيَةٍ يَقِيْنًا أَوْ ظَنًّا وَمَعَ ذَلِكَ يَصِحُّ الْبَيْعُ وَيُكْرَهُ بَيْعُ مَا ذُكِرَ مِمَّنْ تُوُهِّمَ مِنْهُ ذَلِكَ ( وَقَوْلُهُ مِنْ كُلِّ تَصَرُّفٍ يُفْضِيْ إِلَى مَعْصِيَةٍ ) بَيَانٌ لِنَحْوٍ وَذَلِكَ كَبَيْعِ الدَّابَّةِ لِمَنْ يُكَلِّفُهَا فَوْقَ طَاقَتِهَا وَاْلأَمَّةِ عَلَى مَنْ يَتَّخِذُهَا لِغِنَاءٍ مُحَرَّمٍ وَالْخَشَبِ عَلَى مَنْ يَتَّخِذُهُ آلَةَ لَهْوٍ وَكَإِطْعَامِ مُسْلِمٍ مُكَلَّفٍ كَافِرًا مُكَلَّفًا فِيْ نَهَارِ رَمَضَانَ وَكَذَا بَيْعُهُ طَعَامًا عَلِمَ أَوْ ظَنَّ أَنَّهُ يَأْكُلُهُ نَهَارًا ( قَوْلُهُ وَمَعَ ذَلِكَ إِلَخْ ) رَاجِعٌ لِجَمِيْعِ مَا قَبْلَهُ أَيْ وَمَعَ تَحْرِيْمِ مَا ذُكِرَ مِنْ بَيْعِ نَحْوِ الْعِنَبِ وَمَا ذُكِرَ بَعْدُ يَصِحُّ الْبِيْعُ اهـ
Artinya : “Dan diharamkan pula menjual anggur kepada orang yang disangka bawa dia akan membuat minuman keras untuk diminum atau menjual orang yang berperawakan cantik kepada orang lain yang diketahui memiliki kelakuan yang tidak baik atau menjual ayam untuk diadu penjual kambing untuk diadu menjual kain sutra kepada laki-laki yang akan mengenakannya begitu juga diharamkan menjual minyak misik kepada orang kafir membeli untuk memberikan kepada Berhala menjual hewan kepada orang kafir yang diketahui bahwa dia akan memakannya tanpa disembelih, karena menurut pendapat yang lebih kuat bahwa sesungguhnya orang-orang yang kafir itu juga terkena hukum pada cabang syariah seperti halnya orang-orang muslim ini menurut pendapat syafi’iyah, perbeda halnya menurut pendapat mazhab hanafiyah bahwa tidak diperkenankan membantu mereka padahal apapun yang diyakini atau dicurigai akan menimbulkan kemaksiatan, meski demikian jual belinya tetap sah, sementara jika masih dicurigai maka hukum menjual nya adalah makruh. Sementara perkataan penulis ” akad transaksi apapun yang menyebabkan kemaksiatan “, adalah penjelasan yang lebih gamblang, misalnya menjual hewan seperti sapi kepada orang yang akan memaksakan untuk memikul beban diluar kemampuan sapi tersebut, atau menjual budak perempuan agar melantunkan nyanyian yang diharamkan atau menjual kayu orang yang akan alat musik, dan seperti me memberikan makanan kepada orang kafir di siang hari bulan Romadhon, begitu juga menjual makanan yang yang diyakini atau dicurigai akan dimakan oleh orang muslim yang sedang berpuasa di bulan Romadhon. Meski hukumnya haram namun akad jual belinya tetap sah”Kesimpulannya, Hukum menjual makanan di siang hari, pada bulan puasa adalah “Haram”, jika diyakini atau dicurigai akan dibeli oleh orang-orang muslim yang dengan sengaja membatalkan puasanya tanpa ada ‘Udzur‘.
Sehingga jika makanan tersebut dijual untuk kebutuhan berbuka puasa, maka hukumnya boleh. Dan baik hukum haram atau tidak ini, akad transaksi jual belinya tetap dianggap sah.
Demikian Hukum Menjual Makanan Di Bulan Ramadhan yang dapat kami sampaikan. Semoga apa yang kami sampaikan dapat bermanfaat. Amiin.