Gunadi, Ketua Tim Peneliti Whole Genome Sequence (WGS) SARS-CoV-2 Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) menyebut bahwa varian Delta B1617 memiliki dampak cukup buruk apabila menyerang warga lanjut usia (lansia).
Hal itu disebabkan karena covid-19 varian Delta adalah jenis virus yang dapat menurunkan kekebalan tubuh seseorang dengan usia yang lebih tua meskipun sudah divaksinasi dua dosis. Pun dari hasil penelitian, Gunadi juga menemukan bahwa B1617 berpotensi menyebabkan reinfeksi, dan semakin memperlemah kekebalan tubuh pasien.
“Semakin tua pasien covid-19 maka varian Delta ini akan memperburuk kekebalan tubuh pasien tersebut,” kata Gunadi dikutip dari situs resmi Kementerian Kesehatan, Rabu (16/6).
Ketua Tim Peneliti Whole Genome Sequence (WGS) SARS-CoV-2 Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) itu meminta agar pemerintah terus menggenjot vaksinasi pada target sasaran 21,5 juta lansia yang saat ini masih rendah. Data Kemenkes per (15/6) pukul 18.00 WIB mencatat baru 3.990.171 lansia mendapat dosis pertama, sementara untuk dosis kedua baru 2.415.389 lansia.
Itu artinya, dalam kurun waktu empat bulan vaksinasi lansia, capaian dosis pertama baru menyentuh 18.51 persen dari target total, sedangkan untuk capaian dosis kedua baru di 11,21 persen.
“Pemerintah sudah tepat menyasar target vaksinasi bagi golongan lanjut usia karena mereka kelompok yang rentan apabila tertular covid-19, apalagi varian Delta,” lanjut Gunadi.
Lebih lanjut, Gunadi yang juga ikut melakukan penelitian WGS terhadap sampel warga di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, kemudian melihat bahwa lonjakan kasus covid-19 di Kudus juga ikut dikontribusikan oleh varian Delta B1617 ini.
Data terakhir Balai Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan (Balitbangkes) per 13 Juni mencatat sudah ada 62 kasus B1617 di Kudus, dan secara nasional sudah ada 104 kasus.
“Varian Delta ini terbukti meningkat setelah adanya transmisi antarmanusia. Dan sudah terbukti di populasi di India dan di Kudus. Hal tersebut juga memperkuat hipotesis para peneliti bahwa peningkatan kasus di Kudus tersebut adalah karena adanya varian Delta,” ujarnya.
Gunadi meminta agar masyarakat terus disiplin menerapkan protokol kesehatan 3M yang meliputi memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Ditambah menghindari kerumunan dan mengurangi perjalanan yang tidak perlu.
Sebab menurut Ketua Tim Peneliti Whole Genome Sequence (WGS) SARS-CoV-2 Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) itu mutasi virus akan selalu ada dan berkembang apabila didukung dengan mobilitas warga yang tidak terkendali.
“Makin tinggi interaksi sosial yang terjadi, maka peluang terjadinya lonjakan kasus makin tinggi. Hipotesisnya adalah varian Delta sudah bertransmisi secara lokal di daerah Kudus karena masif. Bukan tidak mungkin transmisi lokal varian Delta sudah terjadi di daerah lain di Indonesia, hanya kita belum mendeteksi saja,” jelasnya.
Terkait varian baru, Kementerian Kesehatan mengungkapkan sejauh ini sudah ada 145 kasus mutasi virus SARS-CoV-2 yang tergolong ‘Variant of Concern (VoC)’, yang berhasil teridentifikasi di Indonesia berdasarkan hasil WGS secara berkala. Rinciannya, 36 kasus B117 Alfa, 5 kasus B1351 Beta, dan 104 kasus B1617.2 Delta.
Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa ratusan varian yang diwaspadai Badan Kesehatan Dunia (WHO) itu merupakan perkembangan data terakhir per 13 Juni, dengan total sebanyak 1.989 sampel warga yang diperiksa.