Dr. Amjad Rasyid dalam kitab Al-Imla’, mengutip kisah Imam Syafi’i yang ditanyai oleh seorang kakek misterius terkait dasar penggunaan ijma’ sebagai salah satu landasan hukum Islam.
Imam Syafi’i yang melihat kehadirannya, segera berdiri untuk merapikan pakaian. Lalu duduk. Kakek itu mengucapkan salam dan turut duduk. Betapa Imam Syafi’i melihat kakek itu penuh dengan kewibawaan.
Si kakek berkata, “Saya ingin mengajukan sebuah pertanyaan.”
“Silakan,” jawab Imam Syafi’i.
“Apa dasar dari agama Allah?” tanya si kakek.
“Al-Qur’an.”
“Lalu?”
“Sunnah Rasulullah saw.”
“Lalu?”
“Konsensus (ijma’) para ulama.”
“Apa landasan-landasan Anda mengatakan konsensus para ulama?” desak si kakek.
“Al-Qur’an.”
“Jika Al-Qur’an, lalu, ayat yang mana?” lanjutnya mendesak.
Kali ini Imam Syafi’i tidak langsung menjawab. Berpikir sejenak. Imam Syafi’i masih belum juga menjawab. Menyadari demikian, sang kakek memberinya jedah waktu tiga hari untuk Imam Syafi’i, guna mencarikan jawaban.
“Saya beri waktu tiga hari tiga malam. Jika engkau menemukan ayat dari Al-Qur’an itu, kau benar. Jika tidak, maka bertaubatlah!” tegas kakek.
Seketika itu, wajah Imam Syafi’i langsung pucat. Lalu ia pergi dan tidak terlihat selama tiga hari tiga malam itu, untuk berusaha dan mencari petunjuk kepada Allah swt. Tiga hari telah berlalu. Artinya, waktu Imam Syafi’i telah habis. Imam Syafi’i pun kembali ke tempat bertemu sang kakek tiga hari yang lalu, di waktu antara zuhur dan ashar.
Dalam waktu tiga hari itu, tentu Imam Syafi’i berusaha keras dan berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah swt. Terbukti, wajah, kedua tangan, dan kedua kaki Imam Syafi’i, terlihat membengkak. Badannya pun terlihat kurang sehat. Imam Syafi’i pun duduk di tempat biasa dengan gerakan yang lamban. Sang kakek datang, mengucap salam, lalu duduk seperti pada pertemuan pertama.
“Silakan, berikan jawabanmu,” sang kakek memulai. “Baik,” jawab Imam Syafi’i. Kemudian dilanjut dengan membaca ayat Al-Qur’an berikut yang artinya: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa [4]: 115)
“Jawabanmu tepat,” timpal si kakek yang lantas berdiri dan pergi.
Demikianlah Cerita Menarik Mengenai Penetapan Hukum Ijma yang dapat kami sampaikan. Semoga apa yang kami sampaikan dapat bermanfaat. Amiin.